19.9.19 mungkin akan jadi angka keramat yang akan kukenang sampai tua nanti, karena angka itu adalah adalah angka yang merupakan tanggal yang mungkin merupakan salah satu tonggak sejarah hidup saya, terutama di masa muda ini. Bagi pembaca yang ingin tahu, tanggal itu (19 September 2019) adalah tanggal penyelenggaraan Pekan Olahraga Mahasiswa Nasional (POMNAS) DKI Jakarta Cabang Olahraga Pencak Silat. Dan yang sampai saat ini sulit dipercaya adalah, seorang Wisnu Bayu Murti ikut bertanding sebagai Kontingen Jawa Tengah dalam event tersebut, wow!
Tulisan ini bukanlah bentuk kesombongan saya, bukan pula maksud saya untuk pamer dan membangga-banggakan pencapaian yang saya raih. Yang ingin saya tuliskan justru adalah rasa rendah diri saya. Karena sangat susah dipercaya bahwa saya, yang bisa dibilang seorang Pesilat Kampung, dengan teknik-teknik silat yang biasa-biasa saja, pesilat yang berasal dari kampung, biasa berlatih ala kadarnya di Alam terbuka bisa ikut berlaga di Ajang penuh gengsi ini. Dan yang lebih mengesankan saya adalah pertandingannya digelar di Padepokan Pencak Silat TMII, yang notabene adalah tempat lahirnya para Pesilat Jawara kaliber Internasional. Sungguh suatu pengalaman yang luar biasa!
Namun dibalik semua kesan yang menyenangkan tadi, terdapat hal yang menyedihkan, karena pada event ini saya belum bisa berbuat banyak. Pada pertandingan pertama saya saya harus langsung mengakui keunggulan lawan saya dan kalah, di pertandingan pertama!
Memang bukan pertama kali ini saja saya kalah di pertandingan pertama saya, namun kali ini berbeda. Saya kalah justru di pertandingan yang sangat bergengsi dan sangat saya impikan. Karena katanya POMNAS itu adalah "PON-nya Mahasiswa". Tentu rasa sesal akibat kekalahan ini lebih sakit dibanding kekalahan yang dulu.
Ditambah lagi, saya adalah anggota tim Jawa Tengah yang pertama kali mengalami kekalahan. Ini yang membuat saya merasa menjadi "tumbal" yang harus mati duluan, sebagai atlet yang harus istirahat duluan padahal teman tim yang lain masih bertanding, jadi "turis" yang kerjaannya mondar-mandir menonton teman-teman yang lain yang masih bermain. Asem!
Namun dibalik rasa pahit, pasti ada manisnya juga. Setelah kalah saya harus membantu dan mensuport teman tim yang masih bertanding. Dukungan dan dorongan selalu saya berikan kepada tim, entah itu menyiapkan keperluan pertandingan, membantu pemanasan, mengecek jadwal bertanding, memberi semangat kepada atlet selama pertandingan berlangsung, dan tentu saja Doa yang selalu saya panjatkan untuk tim POMNAS Pencak Silat Jawa Tengah.
Sampai akhirnya, hasil yang sungguh luar biasa. Jawa Tengah meraih Juara Umum 2 di bawah tuan rumah DKI Jakarta dengan perolehan 3 emas, 3 perak, 4 perunggu. Hasil ini menurut saya sungguh luar biasa karena bisa dibilang persiapan tim Jawa Tengah yang berlangsung intensif hanya sekitar 2 Minggu. Namun kekompakan serta semangat tim yan terbangun mampu membuat tim meraih hasil yang maksimal, dan tim Jawa Tengah dapat pulang dengan kepala tegak.
Yah, memang agak berat juga sih. Melihat teman-teman lain yang mampu meraih medali sementara diri sendiri tidak mendapat hasil apa-apa. Namun dari situ, justru muncul motivasi yang tak diduga-duga. Dari kekalahan ini saya harus belajar, dan memperbaiki diri serta bersiap menatap event selanjutnya, saya disadarkan oleh Allah bahwa masa muda masih panjang, kesempatan masih terbuka lebar, asal masih mau berusaha dan berlatih, serta memperbanyak doa dan amalan. Dari sini saya bertekad cangcut taliwondo, di pertandingan selanjutnya saya harus jadi juara, semangat!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar