Patah hati dan
pengkhianatan bukanlah topik yang biasanya membuat kita mau merayakannya. Namun
jangan salah dulu, patah hati bisa dirayakan dengan suka cita oleh Pakdhe Didi
Kempot lewat lagu-lagunya yang mengharu biru namun sekaligus juga menyembuhkan
luka bagi yang tersayat hatinya. Entah tersayat oleh Pengkhianatan sang
kekasih, cinta tak di restui, ditinggalkan dirinya karena berbeda kasta, dan
alasan-alasan lainnya yang umum menimpa umat manusia yang sedang keracunan
cinta. Hari ini (Selasa, 5 Mei 2020) kabar yang membuat hati begitu pilu, sang
maestro, peny.anyi lagu “Aliran Jawa” sekte “Patah Hati” telah berpulang ke
Rahmatullah, kabarnya pada pukul 07.30 pagi tadi.
Sedikit aku
ceritakan padamu, kawan. Di bandingkan kabar meninggalnya tokoh-tokoh baik
Nasional maupun Internasional, berita meninggalnya Pakdhe Didi Kempot inilah
yang paling membuat saya merasa kehilangan. Mungkin akan ada yang bilag kalau
saya ini lebay, terlalu berlebihan, atau bahkan menganggap saya kurang kerjaan
menaggapi kepergian orang yang bahkan tidak pernah bertemu langsung dengan
saya. Saya sendiri juga bingung, kenal juga enggak, ketemu juga belum pernah,
tapi ada alasan yang membuat saya merasa seperti kehilangan bagian diri saya
sendiri, baiklah akan saya coba ceritakan.
Dari sejak saya
masih kecil, keseharian saya sudah di cekoki dengan lagu-lagu beliau, baik dari
radio, televisi hitam putih punya’e simbah dulu, di pasar boloh yang diputar
dari lapak kaset, hajatan pernikahan, atau dari tape recorder tetangga. memang
dulu juga gak paham apa maksud dari lagu yang selalu diputar dan selalu saya
dengar itu, maklum saja wong ya saat itu otak saya juga masih berkembang belum
sempurna, yaa kira-kira masih seukuran biji kedondong lah. Namun tak bisa
dipungkiri bahwa lagu-lagu itulah yang selalu menemani sejak saya kecil
ber-otak biji kedondong sampai saya besar dan otak saya jadi sedikit lebih
besar. Harus saya akui bahwa saya seperti “Di Momong” oleh Pakdhe Didi Kempot
lewat lagu-lagunya membuai pendengaran.
Dari anak-anak
ingusan yang otaknya belum berkembang, sampai jadi anak remaja kusam yang
terjerat Tjinta Monjet, lagu-lagu beliau juga sangat asyik didengarkan. Lirik
lagunya yang menyampaikan rasa sakit yang sesakit-sakitnya akibat cinta namun
dapat saya nyanyikan dengan suasana perayaan. Susah bagi saya menyampaikan
bagaimana perasaan saya tentang beliau, namun disini bisa saya katakan bahwa bersama
kepergian beliau, rasanya seperti ada yang terjerabut paksa dari diri saya,
seperti ada sesuatu yang diambil paksa, dan sesuatu itu adalah bagian dari diri
saya sendiri, pokoknya AMBYAR TATU CIDRO nyampur dadi siji gaiso dijelaske
ngangge kata-kata!
Saya punya cerita
yang agak menarik, pada saat saya mengikuti kejuaraan POMNAS Pencak Silat di
DKI Jakarta tahun 2020 menjadi wakil Provinsi Jawa Tengah, saat menjadi
suporter mendukung teman setim yang sedang bertanding, yaitu mas Ahmad Zein
Fauzi yang turun dikelas H Putra (81-85 Kg) yang melawan atlet tuan rumah. Pertandingan
berjalan begitu alot dan mendebarkan namun akhirnya dimenangkan oleh mas zein. Kami
suporter Jawa Tengah spontan merayakannya dengan sama-sama bernyanyi “Teles
Kebes Netes Eluh CENDOL DAWET, Cendol dawet2x seger.........” dan seterusnya. Lagu
perayaan itu sangat membekas bagi kami dan kontingen lain (sepertinya begitu
wkwkwkw). euforia perayaan itu sedikit mengobati hati saya yang sebelumnya
bukan saja tidak menang namun juga sudah kalah, bahkan saya adalah yang pertama
kalah dari Tim Jawa Tengah. Namun nyanyian tadi sedikit mengobati hati saya.
Stasiun Balapan,
Pantai Klayar, Dalan Anyar, dan lain sebagainya, ditangan beliau tempat-tempat
itu mampu diubah ke dalam lagu yang berisi sejuta luka dan memori. Bahkan benda
sehari-hari yang biasa ditemui seperti kembang tebu, kalung emas, suket teki,
macam-macam profesi seperti Mbah Dukun dan Sutradara Cinta, semuanya menjadi
lagu yang menghibur hati yang luka. Ada juga lagu beliau yang belum saya
dengarkan dengan judul “Ojo Mudik”, sungguh seorang seniman yang sangat
produktif. Beliau membuat saya berpikir apa saja yang sudah saya lakukan selama
ini? Beberapa minggu lalu beliau membuat sebuah konser Online untuk
penggalangan dana guna membantu pemerintah mengatasi Pageblug COVID-19, dan
berhasil mengumpulkan sekitar 7M, lantas apa yang sudah saya perbuat selama ini
untuk membantu sesama? Apakah saya sudah berdedikasi penuh di bidang yang saya
tekuni sama dengan dedikasi beliau menekuni kesenian lagu jawa selama 30
tahun-an?.
Pribadinya yang
murah senyum sungguh berbanding terbalik dengan lagu-lagunya yang mengharu-biru
merindu-dendam. Dengannya kami dapat merayakan patah hati dengan suka cita. Aturan
yang menyebutkan bahwa laki-laki tidak boleh menangis hancur lebur saat
mendengar lagu-lagunya, tak apa-apa laki-laki menangis tapi setelah habis air
mata harus bangkit lebih kuat, kalau memang sudah tidak kuat ya pokok e kudu
kuat! Laki-laki harus manusiawi, biarpun diluar tampak sangar tetapi didalam
hatinya ambyar wkwkwkwkw. Komunitas Sadbois dan Sadgirls sangat berduka, Sobat
Ambyar seperti kehilangan sosok pengobat rindu, bahkan saya menangis saat
menulis tulisan ini, biarpun Cuma didalam hati. Namun ternyata seperti saya
bilang tadi tulisan pendek ini tak bisa merangkum semua perasaan sedih dan duka
yang saya rasakan. Selamat jalan Sang Maestro, The Lord Of Brokenheart, Duke of
Cidro, Sugeng Tindak Pakdhe, Semoga Khusnul Khotimah. Al Faatihah!